Sabtu, 19 Maret 2011

PMI Kota Banda Aceh dalam PRB (Pengurangan Risiko Bencana)


Aceh memiliki luas wilayah 57.365,57 km2, secara geografis terletak pada 2°-6° LU dan 95°-98° BT yang berhadapan langsung dengan samudra Hindia dan Selat Malaka dengan rupa bumi yang sangat variatif, dari kawasan pesisir hingga kawasan dataran tinggi serta dengan kemirangan relative hingga kemiringan curam. Situasi geologis yang rukit ini menjadikan Aceh rentan terhadap bencana alam baik itu bencana hidrologis, meteorologist, geologis dan bencana lainnya. Sejarah kebencanaan di Aceh membuktikan bahwa hampir semua jenis bencana pernah terjadi di Tanah Rencong ini. Mulai dari banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, kekurangan air hingga bencana super dasyat pada 26 Desember 2004 yaitu gempa dan tsunami. Begitu banyak korban jiwa dan kerugian material yang dialami saat bencana datang sehingga memerlukan sebuah langkah kongkrit dari berbagai elemen baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat hingga organisasi akademisi.      
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas adalah bagian penting dalam konsep "membangun kembali dengan lebih baik" yang akan membuat upaya-upaya mitigasi bencana dengan mempertimbangkan keberlanjutan di masyarakat dan membuat Aceh khususnya Kota Banda Aceh menjadi tempat yang aman. Juga mempertimbangkan ancaman-ancaman yang ada sebagai bagian dari arah perencanaan pembangunan Kota yang Bottom-Up dengan dasar partisipatif masyarakat dan mewujudkan Visit Banda Aceh 2011.


Sebagai salah satu upaya pengurangan risiko bencana, PMI Kota Banda Aceh dengan dukungan Palang Merah Amerika telah menjalankan program lanjutan ICBRR Aceh Program  PMI-ARC tahun 2010-2011Periode Des 2010 s/d Okt 2011. Cakupan wilayah program meliputi 8 gampong (Gampong Blang, Lamjabat, Surien, Asoe Nanggroe, Lampaseh Aceh, Deah Glumpang, Punge Ujong dan Deah Glumpang) dan terintegrasi dengan sekolah-sekolah di 8 gampong tersebut dalam kecamatan meuraxa. Hal ini juga selaras dengan visi TDMRC(Tsunami Disaster Mitigation & Research Center) untuk mewujudkan "Meuraxa Siaga" sebagai icon dalam PRB di Banda Aceh.

adapun outcome dari Program ICBRR (Intergrated Comminity Based Risk Reduction) atau lebih dikenal dengan PRBBK (pengurangan risiko bencana berbasis komunitas) yaitu :
Outcome 1  : Meningkatkan kapasitas masyarakat integrasi dengan sekolah untuk siap siaga dan tanggap bencana 
Outcome 2 : Meningkatkan kapasitas Organisasi PMI baik pada level Pusat, Propinsi dan Kab/Kota dalam tanggap bencana dan Manajemen bencana 
Outcome 3 : Memperkuat jejaringan PMI dalam strategi PRB dengan Universitas, Pemerintah dan   Masyarakat sebagai akar rumput

Merealisasikan outcome tersebut sangat bergantung kepada bagaimana kita memahami program. Pemahaman yang utuh dengan menggunakan metode 3P2K (Penguatan,Penyadaran,Pemantauuan dan Pelaporan, Keterbukaan dan Keterlibatan)  dengan mengimplementasikan 7 prinsip pergerakan (Kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan dan kesemestaan) sangat membantu dalam implementasi program. hmmm,..Tentunya setiap kegiatan yang dilakukan mesti sukarela bukan hanya sesukanya dan serelanya. 

Dalam PRB kita dituntut untuk berintegrasi,bersinergi dengan PEMERINTAH dan Stakeholder lainnya sebagai mana diatur dalam UU no 24 Tahun 2007. Semoga Aceh, Khusunya Banda Aceh menjadi pusat pembelajaran dalam mekanisme PRB baik sebelum bencana, saat bencana dan sesudah Bencana.
(diambil dari berbagai sumber)
Oleh : Novri Mihardi, ST Field Officer Program ICBRR/PRBBK
PMI Kota Banda Aceh 

Minggu, 06 Maret 2011

Lhok Seuntang On Memory

Jum'at, 21 Desember 2007

Sebuah kisah untukmu temanku , begini ceritanya
Hari itu yang begitu berkesan, belum pernah kurasakan. Ketika mobil yang kami bawa (aku dan 2 temanku) melaju dengan kecepatan di sebuah jalan yang sempit. Jalan desa yang sesak untuk ukuran mobil kami (truck). Jalan tersebut dipenuhi oleh aspal liar  kotoran lembu yang meriah. Hari yang "indah" karena memang hari jum'at.
Aku bergumam :

Hari yang "Indah".....
Ketika Mobil melaju dengan kecepatan
melontarkan granat-granat alami dari tepi jalan
Menghujani muka-muka beringas pengendara roda dua yang ingin memotong laju kami
Tak sengaja tapi apa daya...
"Keindahan" singgah pada wajah-wajah mereka
Kesal dan marah tertumpah dalam kata dan tingkah
kamipun kebagian "Keindahan" akibat kesal dan marahnya mereka
Begitu Indah....
"Keindahan"  itu melahap wajah dan badan kami hingga lumat
"Keindahan" yang salah tanpa nurani
Allahu Karim...
Semoga keindahan ini menjadi hal-hal yang membuat orang lain bahagia dengannya.
Menikmati keindahan dan bersyukur

SEBUAH KOIN PENYOK

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Kisah berikut, diadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.