Kamis, 29 Desember 2011

Ketika seseorang ingin menikah banyak hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan maju dalam proses "khitbah". Apalagi jika seseorang belum terlalu mengenal calon yang ada dihadapannya. Yang saya maksud disini adalah seseorang harus benar-benar berusaha mencari informasi yang lengkap tentang calonnya. Sehingga ketika ia memutuskan untuk maju atau mundur di atas kejelasan dari informasi yang benar. Oleh karena itu, dalam perkara ini dibagi dalam tiga kelompok :

1. Kelompok yang berlebihan, sehingga menerjang yang haram dengan dalil ingin mengenal    lebih jauh calonnya. sehingga terjatuhlah ia kepada perkara-perkara yang haram, seperti pacaran, jalan bareng, berduaan dan perkara haram lainnya.

2. Kelompok yang meremahkan, hal ini karena ketidaktahuaan dalam hal ini sehingga banyak yang kemudian hari menyesali pernikahan. baik karena fisik si calon atau agamanya.

3. Kelompok yang berada ditengah-tengah yang mereka terbimbing dengan ilmu, tidak berlebihan dan juga tidak meremehkan. Mereka berusaha mencari informasi yang lengkap aka calonnya dalam hal; agamanya, sifatnya, tabiat dan akhlaknya dengan cara-cara yang dibolehkan secara syar'ie dan tidak "melewatkan" untuk melihat calonnya sebelum melamar

Diantara perkara-perkara yang perlu diperhatikan sebelum melangkah adalah seperti apa yang saya sebutkan di bawah ini. 

Menikah Minimalis

Beberapa saat yang lalu, saya terlibat percakapan hangat dengan seseorang teman tentang pekerjaan yang akhirnya malah lari ke masalah pernikahan.
Saya : Pekerjaan kamu itu cukup berat lho, saya sarankan untuk buruan menikah
Teman : Pengen sih ndi, tapi uangnya dari mana?
Saya : Lha bukannya akad nikah itu cuma seperangkat alat solat (kebiasaan orang Indonesia) plus beberapa lembar uang rupiah saja?
Teman : Yah, kalo itu sih gak masalah. Biaya pestanya itu lho…
Ini kemudian menjadi bahan diskusi yang cukup pelik. Pernikahan yang seyogyanya menjadi ajang penyatuan dua insan manusia dalam satu ikatan yang sah, menjadi dipersulit untuk diwujudkan dengan pelbagai prasyarat-prasyarat yang sebenarnya tidak esensial.
Adapun hadist Rasulullah, ”Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing” [1]
Bukan bermakna seseorang harus merayakan walimatul ‘urus secara mewah, meriah dan muntah. Namun memberitahukan bahwa walimatul ‘urus adalah kewajiban seorang muslim yang harus diselenggarakan sesegera mungkin DAN tetap dalam keadaan SESEDERHANA MUNGKIN.
Parameter sederhana bagi tiap orang mungkin berbeda, tapi bagi saya sederhana itu adalah tidak memberatkan semua pihak baik mempelai, keluarga mempelai maupun tetamu.
Bagi beberapa orang, nikah mewah bukanlah suatu masalah namun menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa orang lainnya. Dan ternyata kemudharatan yang ditimbulkan karena persepsi biaya nikah ini,  sangatlah besar. Lihat saja fenomena kumpul kebo yang sudah menjangkiti masyarakat kita. Tak lain tak bukan, penyebab utamanya adalah hal ini. Belum hilang dari ingatan saya tentang seseorang pemuda di Surabaya bulan lalu harus mendekam di penjara karena mencuri motor dengan alasan ingin menutupi biaya pernikahan. Dan saya yakin hal ini bukan cuma terjadi sekali atau dua kali.Banyak pemuda-pemuda Indonesia lainnya yang nekat melakukan hal serupa karena masalah yang sama, BIAYA PERNIKAHAN YANG TINGGI.
Sungguh ironi! di sebuah negara berpenduduk mayoritas muslim ternyata banyak warganya yang kesulitan mewujudkan pernikahan dan terpaksa melakukan perbuatan tercela hanya karena suatu mindset ‘Pernikahan itu Mahal’.
Hal ini sampai kapanpun tidak akan berubah bila tidak ada yang mau memulainya. Mari bersama lakukan Nikah Minimalis sebagai trend sehingga bagi mereka dari Sabang-Merauke tidak khawatir lagi karena yang lainnya juga melakukan hal yang serupa.
Nikah dan pesta minimalis bukan berarti melaksanakan pesta pernikahan dalam keadaan mengenaskan dan serba kekurangan. Namun maknanya adalah pesta pernikahan yang dilangsungkan mengusung kesan kesederhanaan, dengan menghilangkan segala bentuk kemubaziran dan kesia-siaan yang kerap terjadi dalam pesta nikah pada umumnya.
Bagaimana bentuk Pesta Pernikahan Minimalis?
1. Mahar secukupnya dan sekemampuan sang mempelai
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Nikah yang paling besar
barakahnya itu adalah yang murah maharnya”[2]
2. Bila perlu hilangkan penggunaan pemakaian adat yang kerap membutuhkan dana besar.
Beberapa adat di Indonesia, di dalam pernikahan mensyaratkan beberapa hal yang konon menjadi persentase terbesar di dalam anggaran pernikahan. Dalam pesta nikah minimalis, disarankan untuk tidak menggunakannya. Cukup gunakan petunjuk agama yang Anda yakini karena pastinya sederhana dan tidak ribet.
3. Konsumsi seperlunya.
Memang ada beberapa tamu yang seleranya daging melulu dan ada juga yang vegetarian. Tapi hal itu bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk menyediakan menu A-Z dalam pesta pernikahan. Cukup beberapa menu saja dan jangan lupa cantumkan informasi ‘Lebih Baik Nambah daripada tidak dihabiskan’.
4. Dekorasi yang secukupnya
Sering juga dekorasi menambah pembengkakan biaya. Padahal ini tidaklah begitu esensial. Cukup hindari pemakaian dekorasi yang berlebihan. Pernah saya menyaksikan pesta pernikahan seorang rekan yang dekorasinya tidak neko-neko namun kesan sakralnya terasa.
5. Musik
Dalam islam, alat musik yang diperkenankan untuk digunakan dalam pesta pernikahan adalah rebana. Namun  bukan berarti Anda harus menyewa pemain rebana kelas profesional yang biaya yang tinggi [sama saja bukan minimalis namanya]. Di masyarakat kelas menengah kebawah, sering dipertunjukkan penggunaan keyboard dan gendang untuk menyertai lantunan lagu dangdut dari biduan/biduanita dan hal ini ternyata menyebabkan cost bertambah besar. Menurut hemat saya, di pesta minimalis cukup sediakan microphone dan soundsystem yang layak. Hal ini cukup siginifikan menurunkan biaya pernikahan atas pemakaian musik di acara tersebut.
Ok, saya kira cukup sekian.
Mari jadikan Pesta Pernikahan Minimalis sebagai suatu trend
Kalau bukan kita yang peduli terhadap isu seperti ini, siapa lagi?
Rujukan :
[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2049 dan 5155), Muslim (no. 1427), Abu Dawud (no. 2109), an-Nasa’i (VI/119-120), at-Tirmidzi (no. 1094), Ahmad (III/190, 271), ath-Thayalisi (no. 2242) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.
[2] (HR Ahmad 6/145)
Sumber tulisan : http://andihendra.wordpress.com